jpnn.com, JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah kerap hanya dilihat sebagai program sosial semata.
Namun, di balik piring makanan anak-anak sekolah tersebut, tersembunyi potensi ekonomi yang langsung berdampak bagi masyarakat.
Ekonom sekaligus Mantan Direktur Program Magister Manajemen FEB UI Harryadin Mahardika menegaskan tujuan utama MBG adalah memicu dampak tidak langsung (multiplier effect) yang mengubah perekonomian di tingkat daerah.
“MBG itu bukan sekadar memberi nutrisi. Hal yang lebih esensial lagi adalah perputaran ekonomi langsung ke sektor riil, ke desa-desa. Selain itu, dengan alokasi anggaran sekitar Rp300 triliun setahun, prediksi saya dampak ekonomi tidak langsung dari MBG bisa mencapai tiga kali lipatnya, yaitu Rp 900 triliun,” ujar Harryadin.
Dampak langsung dari program ini adalah penciptaan lapangan kerja. Dari 22.000 dapur yang saat ini beroperasi, ada minimal 30 pegawai yang bekerja di dapur. Dengan begitu serapan tenaga kerjanya mencapai lebih dari 600.000.
Untuk diketahui 73,7% tenaga kerja SPPG di Kota Surakarta didominasi warga lokal, terutama ibu rumah tangga di sekitar lokasi.
Selain itu, upah pegawai SPPG diupah sedikit lebih tinggi dari UMR setempat, menjamin daya beli masyarakat lokal meningkat.
“Setahu saya, (upah) pegawai SPPG ditetapkan sedikit lebih besar dari UMR daerah tersebut. Memang mereka dibayar harian, tetapi kalau dikalkulasikan, pegawai SPPG di semua daerah itu hampir diupah lebih besar dari UMR daerahnya,” ungkap Harryadin.







































