jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Robert J Kardinal mengungkap sederet persoalan besar yang selama ini membayangi tata kelola hutan di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa berbagai kerusakan lingkungan, termasuk maraknya kayu hanyut saat banjir, adalah indikator nyata dari ketidakberesan pengelolaan hutan yang sudah berlangsung lama.
Robert menjelaskan, masalah paling mendasar terlihat dari tata kelola penebangan dan pemanfaatan kayu oleh berbagai jenis perusahaan.
Menurutnya, penanganan kayu hasil hutan berbeda-beda antara perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengusahaan Hutan (HPH), maupun perusahaan sawit.
Pada perusahaan sawit, proses _Land Clearing dilakukan secara total tanpa tebang pilih. Kayu-kayu besar dijual karena bernilai tinggi, sementara batang kecil dan cabang ditumpuk di tepi areal dan akhirnya hanyut saat banjir.
“Yang paling parah itu sawit. Mereka tebang habis, sampai akarnya dicabut. Banyak yang membuat IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) untuk mengakali aturan, supaya kayu yang masih bermanfaat bisa dijual kembali,” jelas Robert dalam keterangannya, Rabu (10/12).
Makanya, kata dia, usaha sawit ini sangat menggiurkan. Karena tidak butuh investasi tinggi. Sebab kayu tebangan yang bernilai tinggi bisa dijual kembali dan hasilnya menjadi modal untuk tanam sawit.
Ia menjelaskan, kondisi serupa terjadi pula di kawasan HTI dan menjadi salah satu penyebab utama melimpahnya kayu hanyut dalam peristiwa banjir di Sumatra dan Aceh belum lama ini. .












































