Suara Hati Seorang Bahlil, Antara Pengabdian dan Buzzer Jahat

2 hours ago 12

Oleh Lamadi de Lamato

Suara Hati Seorang Bahlil, Antara Pengabdian dan Buzzer Jahat

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Menteri ESDM dan Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Selepas subuh, saya sudah tancap gas menuju rumah Bahlil Lahadalia, menteri ESDM dan Ketua Umum Golkar, yang jaraknya 45 menit dari Cinere tempat tinggal saya.

Sebagai kawan, saya menyebutnya tuan menteri ketum. Tepat jam 9 pagi, saya pun dipersilahkan masuk bertemu lelaki yang pada masa kecilnya pernah jadi tukang jual ikan keliling di Fak Fak ini.

Ini silaturahmi saya yang ke sekian kali untuk sekedar ngobrol ngobrol biasa. Di meja tempat duduknya hanya ada air putih, buah dan pisang rebus.

Tampak dari dahulu, lelaki ini, untuk selera sarapannya tidak ada yang aneh-aneh. Badannya persis waktu aktivis, langsing dan kuat. Ini body persis waktu aktivis kere, yang kuat jalan kaki dari Gambir ke Menteng sekretariat PB HMI ketika tidak punya ongkos.

Melihat seorang menteri ketum Bahlil, memori saya langsung melesat ke 20 tahun ke belakang. Tidur dari musala ke musala, aktivis "sepatu miring" jalan kaki dan masuk Jakarta modal nekat. Namun, kini nasibnya berubah drastis. Tanpa anugerah Tuhan, mustahil kawan ini kariernya melesat kayak meteor.

Sebuah Pengabdian

Sembari ikut mencicipi buah yang ada di piringnya, Bahlil mengomentari buzzer yang menyerangnya bertubi tubi. Diskusinya biasa, tetapi penuh pesan suara hatinya sebagai anak kampung dari daerah pelosok. Janganlah menyerang fisik yang rasial begitu katanya membuka obrolan. Coba liat tokoh tokoh bangsa dahulu, mereka rata-rata berasal dari kampung dan penuh komitmen terhadap bangsa. Ia pun merinci beberapa nama tokoh bangsa yang berasal dari kampung seperti dirinya.

Apakah sebagai anak kampung, penjual kue, ikan dan kerap berdagang keliling pasar dan kampung, salah melakukan perubahan-perubahan signifikan buat negara ini lebih baik? Saya bekerja seperti sekarang karena pengabdian kepada bangsa dan merah putih.

Melihat seorang menteri ketum Bahlil, memori saya langsung melesat ke 20 tahun ke belakang. Tanpa anugerah Tuhan, mustahil kawan ini kariernya melesat kayak met

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |