jpnn.com, JAKARTA - Komunitas pengemudi online tidak tinggal diam menanggapi rencana merger antara Grab dengan GoTo.
Para ojol ramai-ramai meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan menolak merger tersebut karena dinilai membahayakan kehidupan pengemudi online sehari-hari.
“Sebagai pekerja sektor informal yang bergantung pada ekosistem digital ini, kami melihat potensi merger ini sangat membahayakan kehidupan sehari-hari kami. Harga jadi naik, pendapatan turun. Tarif potongan semakin besar, insentif makin langka dan kami yang merugi,” ungkap Gandy Setiawan, Ketua Pangkalan Mitra Gacor di Palangkaraya dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Prabowo, Sabtu (10/5).
Penolakan tersebut juga disuarakan oleh komunitas pengemudi ojol Dobrak.
Menurut anggota, merger Grab-GoTo bukan hanya persoalan bisnis atau korporasi, tetapi bentuk baru penjajahan.
“Dalam hal wacana merger GoTo oleh Grab, perusahaan teknologi berbasis di luar negeri khususnya Singapura, merger ini bukan hanya persoalan bisnis atau korporasi, melainkan ancaman kedaulatan ekonomi digital nasional, atau bentuk baru penjajahan oleh pelaku kapitalisme global ke dalam ekonomi rakyat yang berimbas langsung kepada kami,” beber Eeng dari Dobrak.
Pihak Dobrak menduga ada indikasi langkah sistemik dalam hal penguasaan bisnis digital oleh kapital asing, bukan dengan senjata melainkan dengan modal, algoritma dan dominasi platform.
"Pemerintah harus hadir dan mengambil sikap menolak merger menutup celah yang bisa digunakan untuk tumbuh dan berkembang lalu menguasai seluruh objek vital tulang punggung ekonomi digital nasional,” lanjutnya.