jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh (DPRK) Irwansyah menyoroti keterbatasan sumber listrik cadangan pada Base Transceiver Station (BTS) milik Telkomsel.
Dia menilai kondisi ini menghambat pemulihan pascabencana karena akses komunikasi belum pulih optimal saat listrik belum sepenuhnya stabil.
Irwansyah menyebut keterbatasan genset membuat sebagian besar BTS Telkomsel tidak dapat beroperasi maksimal ketika pasokan listrik utama terganggu sehingga berdampak langsung pada komunikasi masyarakat di berbagai wilayah Aceh.
“Bayangkan, dari 150-an BTS Telkomsel di Banda Aceh, hanya sekitar 20-an yang punya genset. Pantas saja sinyal kita rusak dan terganggu ketika listrik padam,” ujar Irwansyah ketika menyampaikan kekecewaannya setelah mendatangi kantor GraPARI Telkomsel.
Dia menilai gangguan jaringan pada fase pemulihan tidak bisa dianggap persoalan teknis semata.
Ketergantungan BTS pada pasokan listrik utama membuat kualitas layanan melemah saat komunikasi justru dibutuhkan untuk koordinasi bantuan, layanan darurat, dan aktivitas pemulihan.
“Komunikasi itu nyawa di saat bencana. Kalau sinyal mati, masyarakat makin terisolasi dan menderita. Telkomsel menurut saya kurang, bahkan tidak serius melihat kondisi kita di Aceh,” kata Irwansyah.
Dia menegaskan sebagai perusahaan besar, Telkomsel seharusnya menambah infrastruktur darurat yang memadai sejak awal pascabencana agar layanan komunikasi tidak menjadi hambatan pemulihan.












































