jpnn.com, JAKARTA - Layar ponsel masyarakat Indonesia dibanjiri berbagai penawaran dari flash sale, potongan harga, hingga notifikasi promo dari berbagai aplikasi.
Di balik euforia belanja ini, banyak konsumen justru merasa kewalahan oleh volume pesan promosi yang datang bersamaan.
Tantangan bagi brand kini bukan hanya tamipil menonjol, tetapi bagaimana menjadi relevan dan berguna di tengah disrupsi informasi tersebut.
Fenomena ini bukan tanpa data. Laporan NielsenIQ 2024 mencatat bahwa lebih dari 70% konsumen Indonesia menerima pesan promosi dari minimal tiga kanal berbeda selama periode akhir tahun, dan 42% di antaranya mengaku sering mengabaikan pesan karena dirasa tidak relevan.
Padahal, di periode yang sama, intensi belanja konsumen meningkat tajam, didorong oleh bonus akhir tahun, liburan, dan dorongan emosional untuk berbelanja bagi diri sendiri maupun keluarga. Artinya, peluang besar sering kali hilang bukan karena kurangnya promosi, tapi karena pesan tidak sampai dengan konteks yang tepat.
Chief Business Officer Sprint Asia Technology Rizka Tunnisa mengatakan sebagai konsumen, kita semua ingin merasa dipahami, bukan dibombardir oleh pesan massal. Brand yang memahami kapan dan bagaimana berkomunikasi akan selalu lebih diingat, bahkan tanpa perlu diskon besar-besaran.
"Keunggulan kompetitif hari ini bukan lagi soal seberapa sering brand berbicara, tetapi seberapa cerdas mereka mendengarkan. Dengan dukungan teknologi komunikasi yang terintegrasi, brand dapat menempatkan setiap pesan dalam konteks yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan," jelas Rizka Tunnisa.
Rizka Tunnisa menyebutkan di tengah banyaknya kanal komunikasi, mulai dari media sosial, email, chat hingga SMS, banyak pesan kehilangan konteks karena tidak tepat sasaran.







































