jatim.jpnn.com, JEMBER - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi perhatian serius kalangan akademisi hukum. Salah satunya disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) Prof Dr I Gede Widhiana Suarda, S.H., M.Hum., Ph.D.
Dalam draf revisi RUU KUHAP tersebut, kepolisian diberikan kewenangan utama dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Kewenangan itu mencakup seluruh tahapan, mulai dari penemuan perkara hingga penangkapan.
Namun, Prof Widhiana mengingatkan potensi konflik hukum yang bisa muncul apabila terdapat undang-undang sektoral di luar KUHP yang memberikan kewenangan penyidikan kepada lembaga lain.
“Ini akan menjadi persoalan ke depan jika ada satu atau dua undang-undang khusus di luar KUHP yang menempatkan penyidik Polri bukan sebagai penyidik utama dalam satu tindak pidana,” ujar Prof Widhiana dalam keterangan tertulis, Kamis (8/5).
Dia menilai RUU KUHAP terbaru menjadi tantangan tersendiri bagi Polri dalam menjaga profesionalitas, termasuk dalam penggunaan teknologi mutakhir dalam penegakan hukum.
“Kewajiban memasang CCTV untuk menjamin perlindungan tersangka maupun terdakwa merupakan wujud nyata dari implementasi prinsip due process of law dalam sistem hukum nasional,” tuturnya.
Dia berharap masukan dari kalangan akademisi bisa menjadi catatan dalam pembahasan lanjutan RUU KUHAP, agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan di masa depan. (mcr12/jpnn)