jpnn.com, JAKARTA - Transmigran di wilayah Desa Agung Jaya, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, merasa hak atas kepemilikan lahannya terancam.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor di Jakarta pun ikut turun tangan menangani konflik agraria tersebut.
“LBH Ansor berkomitmen mendampingi penyelesaian konflik tanah warga transmigrasi ini dan tidak akan membiarkan masyarakat transmigrasi kehilangan hak atas tanahnya,” ujar Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Dendy Zuhairil Finsa dalam keterangan resminya, Kamis(19/6/2025).
Konflik agraria ini melibatkan sebanyak 218 kepala keluarga di atas lahan seluas kurang lebih 490 hektare. Lahan ini dikelola warga program transmigrasi sejak tahun 1995/2008.
Konflik berawal dari klaim sepihak dari oknum yang diduga jaringan mafia tanah. Mereka menggunakan dokumen-dokumen yang tidak faktual. Sebagian transmigran kehilangan tanahnya dan sebagian lainnya terancam kehilangan pula.
Transmigran pun mencari perlindungan hukum dari pemerintah daerah dan pusat, serta mendorong aparat penegak hukum menyelidiki dokumen-dokumen kepemilikan yang mencurigakan. Mereka juga meminta pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor di Jakarta.
Melanjutkan, Dendy pun berharap konflik transmigran di Musi Banyuasin perlu segera ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian dan kementerian terkait. Sehingga tidak ada lagi warga yang menjadi korban dari ulah mafia tanah dan warga bisa merasa tenang dalam kehidupan sehari-harinya.
Dendy menduga konflik mengarah pada keterlibatan mafia tanah yang memanfaatkan celah administrasi dan lemahnya pengawasan lahan di daerah tersebut. Akibatnya dokumen kepemilikan beralih ke pihak lain dalam beberapa tahun terakhir. Modusnya diduga melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan oknum pejabat untuk melakukan pengurusan syarat-syarat dokumen dalam hal penerbitan hak kepemilikan.