jpnn.com, CILACAP - Tak jauh dari reruntuhan tanah longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Sariman (48) duduk terpaku di bawah rindang pohon pada siang terik, Minggu (16/11).
Tatapannya kosong menembus hiruk-pikuk para petugas yang terus mencari korban. Setiap kabar ditemukannya jenazah membuat hatinya bergetar, berharap-harap cemas menunggu nama keluarganya disebut.
Sariman masih menunggu kabar keberadaan istri dan dua anaknya, Nina, Fani, dan Fatin. Hingga siang itu, harapannya masih menggantung tanpa kepastian.
“Kalau dengar kabar ada yang ditemukan, hati saya langsung bergetar. Rasanya kemroso banget. Saya berdoa semoga yang ditemukan itu istri dan dua anak saya,” ucapnya dengan suara terbata.
Sejak tragedi terjadi, Sariman tidak pernah jauh dari lokasi pencarian. Dari pagi hingga petugas mengakhiri operasi harian, dia selalu menunggu sembari merapalkan doa agar keluarganya segera ditemukan.
Sariman bercerita, saat longsor menerjang, dia sedang berada di Palembang. Dua tahun terakhir dia merantau menjadi buruh bangunan. “Saya ditelepon keponakan, disuruh segera pulang. Katanya desa kena longsor,” ujarnya.
Dia langsung bergegas pulang dan tiba di Cibeunying pada Jumat dini hari, 14 November 2025, sekitar pukul 02.30 WIB.
Desa yang dia tinggali puluhan tahun sudah rata oleh timbunan tanah. Ketua RT kemudian menyampaikan kabar bahwa istri dan dua anaknya masuk daftar korban hilang.








































