jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana mengaku bingung dengan pernyataan Mentan Amran Sulaiman.
Sebab, jika stok beras melimpa, tetapi fakta di lapangan membuktikan harga komoditas beras masih tinggi, dan kekosongan stok beras di pasaran.
"Polemik soal beras belum juga beres di lapangan masih ada persoalan yang menjadi PR (pekerjaan rumah) untuk segera menuntaskan," kata Niti Emiliana dikutip Sabtu (6/9).
YLKI mencatat soal polemik beras, pertama pada sisi konsumen definisi stok beras melimpah seharusnya bukan hanya berada di hulu/gudang saja, melainkan harus tersedia di pasaran yang mudah diakses masyarakat dengan kualitas sesuai standar dan harga yang terjangkau.
Oleh karena itu, YLKI meminta pemerintah menjamin ketersediaan stok beras di pasar dan memastikan keterjangkauan harga bagi konsumen
Kedua, eskalasi harga beras di ritel modern sangat memberatkan konsumen dan tidak sesuai dengan daya beli konsumen.
Menurut dia, banyak konsumen terkecoh bahwa beras yang tersedia di ritel modern bukanlah beras premium biasa, melainkan beras khusus terfortifikasi yang harganya Rp 90 ribu hingga Rp 130 ribu per 5 kilogram.
"Sedangkan beras khusus tidak memiliki aturan tetap HET dari pemerintah. Hal ini imbas dari kekosongan stok beras premium dan medium di ritel modern," ujar dia.