jpnn.com, BRASIL - Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, menawarkan paradigma baru pembangunan bernama Green Democracy di tengah krisis iklim dan penurunan kualitas demokrasi global. Gagasan ini disampaikannya sebagai pembicara kunci dalam sesi “Green Democracy and the Climate Change Bill: Indonesia’s Path to Sustainable Transformation” di COP30, Kamis (13/11).
Sultan menyoroti pola pembangunan banyak negara yang dinilai mengabaikan keseimbangan ekologis.
"Demokrasi yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan pada akhirnya akan gagal," ujarnya.
Ia menilai demokrasi global membutuhkan pendekatan baru yang mengintegrasikan politik, representasi daerah, dan kepentingan ekologi.
Sebagai langkah nyata, Sultan mengungkapkan Indonesia baru saja mendeklarasikan Hari Demokrasi Hijau pada 9 November 2025. DPD RI juga berencana menyelenggarakan Konferensi Dunia Demokrasi Hijau tentang Hutan Tropis tahun depan.
Dalam forum itu, ia memaparkan tiga RUU prioritas yang menjadi landasan transisi ekonomi hijau: RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat, dan RUU Daerah Kepulauan.
Sultan juga menyoroti peluang investasi hijau di Indonesia, yang didukung oleh terbitnya Perpres Nilai Ekonomi Karbon. "Langit adalah batasnya bagi investasi energi hijau di Indonesia," katanya, mengacu pada proyeksi kebutuhan listrik nasional yang besar hingga 2045.
Namun, ia mengingatkan bahwa suhu bumi telah mencapai 1,42 derajat Celsius dan lemahnya koherensi politik global menjadi penyebab kegagalan 70 persen kebijakan iklim. Untuk itu, Demokrasi Hijau harus menjadi strategi pembangunan yang komprehensif.







































