jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 16 penerjemah profesional dan satu organisasi jasa bahasa ikut bergabung sebagai Pemohon dalam perkara uji materi UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa).
Hal ini tampak dalam sidang perbaikan permohonan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (25/8/2025) dan tercatat dengan nomor perkara 127/PUU-XXIII/2025.
Para penerjemah dan organisasi jasa bahasa ini menggabungkan diri dalam permohonan yang sebelumnya telah diajukan oleh Democracy, Economic & Constitution Institute (DECONSTITUTE) bersama empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS).
Permohonan ini diajukan untuk menguji Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU Bahasa yang dinilai multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Direktur Eksekutif DECONSTITUTE Harimurti Adi Nugroho mengatakan keikutsertaan para penerjemah dan agensi jasa bahasa ini makin memperkuat legal standing dan memperjelas kerugian konstitusional dalam permohonan yang telah diajukan sebelumnya.
“Kami sangat mengapresiasi. Sebenarnya lebih banyak lagi yang mau ikut, cuma kan ada batas waktu untuk ajukan perbaikan. Mereka semakin memperkuat permohonan, karena kerugian faktual dan potensial yang dialami sangat jelas. Legal standing-nya pun jadi makin kuat,” ujar Harimurti seusai sidang di Gedung MK, Senin (25/8/2025).
Harimurti juga menyinggung mengenai pentingnya menegakkan kepastian hukum dan kedaulatan bahasa yang diamanatkan oleh Pasal 36 UUD 1945.
“Teman-teman (penerjemah) itu akan merasa nyaman bila kedaulatan bahasa negara dan kepastian hukum ditegakkan. Kalau sekarang kan justru sebaliknya karena normanya bermasalah. Wajar saja bila teman-teman itu merasa profesinya terancam," ucapnya.