jpnn.com, JAKARTA - Hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan dukungan kuat masyarakat terhadap reformasi sistem peradilan pidana melalui revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Temuan utama menyoroti pentingnya penguatan kontrol yudisial dan reformasi mekanisme upaya paksa.
Peneliti LSI Yoes C Kenawas mengungkapkan, 61,4 persen responden mendukung pembentukan hakim pemeriksa pendahuluan.
"Tujuannya adalah untuk menjamin proses hukum tidak melanggar hak asasi manusia," jelas Yoes dalam pemaparan hasil survei di Jakarta, Kamis (26/6).
Survei dilakukan 20 Mei hingga 12 Juni 2025 dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil.
Temuan penting lainnya menunjukkan 44,6 persen responden setuju tersangka harus segera dibawa ke hakim setelah penangkapan. Sementara 70,3 persen menekankan pentingnya kesetaraan kewenangan antarpenyidik.
"Selama ini penyidik non Polri masih berada di bawah pengawasan Polri, padahal secara kompetensi mereka sudah setara," tegas Yoes.
Isu batas waktu penyidikan juga mendapat perhatian khusus. "69,3 persen responden mendukung adanya batas maksimal waktu penyelidikan, dan lebih dari separuh menyebut tidak lebih dari 3 bulan," papar Yoes.
Selain itu, 73,3 persen sepakat penyelesaian perkara di luar pengadilan harus melalui koordinasi dengan jaksa dan persetujuan pengadilan.