jpnn.com - PEMERINTAH menaruh harapan besar pada proyek-proyek migas skala besar sebagai penggerak industrialisasi nasional dan pemenuhan energi. Proyek strategis seperti Forel, Terubuk, Banyu Urip, hingga Masela ditargetkan menjadi mesin produksi utama dan lokomotif pertumbuhan ekonomi sektor energi ke depan.
Namun, agar dampaknya terasa luas dan berkelanjutan, proyek-proyek besar tersebut perlu disinergikan dengan kebijakan legalisasi dan pengelolaan sumur rakyat, sebagaimana tertuang dalam Permen ESDM No. 14 Tahun 2025. Sinergi dua pendekatan ini berpotensi mendorong tidak hanya pencapaian target lifting nasional, tetapi juga transformasi sektor energi yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Sumur rakyat menyimpan potensi riil. Pemerintah menargetkan legalisasi terhadap 7.000 lebih sumur rakyat pada 2025, dengan potensi tambahan lifting sebesar 10.000–15.000 barel per hari (bph). Dengan harga minyak US$ 80 per barel, kontribusinya bisa mencapai US$ 1,2 juta per hari, atau lebih dari Rp 21 triliun per tahun bagi perekonomian nasional.
Sementara itu, lifting nasional per Mei 2025 masih berada di angka 570.000 bph, lebih rendah dari target APBN sebesar 605.000 bph. Artinya, kontribusi sumur rakyat dapat membantu menutup gap tersebut secara signifikan.
Di sisi lain, proyek besar menyerap belanja modal besar dan membuka peluang industri penunjang energi seperti logistik, pengeboran, fabrikasi peralatan, dan rekayasa teknik. Namun agar manfaat ini tidak terkonsentrasi pada pelaku besar saja, pemerintah perlu memastikan bahwa proyek-proyek ini memenuhi ketentuan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) secara konsisten dan progresif.
TKDN bukan sekadar angka administratif, tapi menjadi katalis multiplier effect ekonomi nasional—yakni dengan melibatkan produsen lokal, tenaga kerja Indonesia, serta rantai pasok manufaktur dalam negeri. Insentif fiskal dan prioritas tender kepada vendor dalam negeri harus menjadi bagian dari strategi besar industrialisasi energi.
Sinergi antara proyek besar dan sumur rakyat akan semakin kuat jika dikelola dalam satu ekosistem. Sumur rakyat yang dilegalkan dan dikelola koperasi, UMKM, maupun BUMD dapat menjadi penggerak ekonomi lokal yang sejajar dengan industri nasional.
Untuk itu, pemerintah perlu menjamin:
1. Kepastian pasar bagi hasil sumur rakyat dengan mewajibkan KKKS menyerap output rakyat secara komersial.
2. Pembinaan dan pendanaan teknis bagi pelaku lokal, termasuk akses ke teknologi ramah lingkungan dan sumber pembiayaan.
3. Platform kolaboratif antara KKKS, pemerintah daerah, BUMD, dan pelaku usaha nasional untuk integrasi produksi dan hilirisasi.