jpnn.com, JAKARTA - Akademisi berdarah Toraja, Dr. Y. Paonganan atau Ongen, menyatakan bahwa hakikat adat Toraja bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangkul dan menyembuhkan.
Pernyataan itu disampaikannya menanggapi polemik yang melibatkan komika Pandji Pragiwaksono, yang dianggap menyinggung tradisi Rambu Solo’.
“Adat Toraja itu penuh kasih, tidak otoriter. Kalau Pandji benar-benar memahami adat Toraja, dia pasti tidak akan melakukannya. Tapi dia sudah meminta maaf, dan sebagai anak Toraja, saya maafkan. Denda adat itu tidak perlu,” ujar Ongen dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/11).
Dia menekankan bahwa adat Toraja sejatinya berakar pada nilai cinta kasih dan kehormatan, bukan dendam atau amarah.
Menurutnya, semangat leluhur Toraja yang diwariskan melalui sistem “adat lembang” mengajarkan keseimbangan dan penghormatan antar manusia.
“Kalau seseorang sudah meminta maaf, yang tertinggi nilainya adalah memaafkan. Itu kehormatan orang Toraja yang sesungguhnya,” tambahnya.
Ongen mengingatkan bahwa jika adat digunakan untuk menghukum, hal itu justru bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap budaya Toraja.
“Kalau kita kehilangan cinta, maka adat kehilangan maknanya. Adat itu bukan alat untuk mempermalukan, tapi untuk memperbaiki,” ujarnya.







































