jpnn.com, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Indonesia Syurya Muhammad Nur menilai narasi yang disampaikan konten kreator Ferry Irwandi terkait adanya kasus horor berupa pelecehan seksual di lokasi bencana alam di Sumatra telah melanggar etika komunikasi publik.
"Penyampaian isu pelecehan seksual di lokasi bencana yang disebarkan lewat konten oleh Ferry ini tanpa verifikasi memadai dan berpotensi melukai psikologis korban," kata Syurya dalam keterangan kepada wartawan, Senin (8/12).
Menurut Syurya, dalam situasi darurat bencana, ruang publik seharusnya diisi oleh pesan empati, edukasi, dan penguatan solidaritas, bukan eksploitasi isu sensitif untuk kepentingan konten.
“Isu kekerasan seksual itu sangat sensitif dan berdampak langsung pada kondisi psikologis korban. Ketika disampaikan secara serampangan oleh konten kreator seperti Ferry ini di ruang publik, apalagi untuk membangun narasi dramatis, itu jelas melanggar etika komunikasi publik,” lanjutnya.
Dia juga mengkritik cara Ferry membingkai gerakan donasi yang seolah-olah menempatkan negara dalam posisi tidak hadir.
Dalam perspektif komunikasi politik, pola semacam itu dinilai sebagai upaya menciptakan framing ‘negara gagal’ di tengah kerja nyata pemerintah di lapangan.
“Donasi adalah tindakan mulia. Tapi ketika Ferry cara membungkusnya dengan pesan yang menyudutkan negara, maka nilainya bergeser dari kemanusiaan menjadi alat pembentukan opini politik,” tandasnya.
Syurya menegaskan narasi semacam ini berisiko memunculkan distrust masyarakat terhadap negara.












































