Merayakan Natal dan Kedaulatan Rakyat

6 days ago 47

Oleh: Benny Sabdo - Anggota Bawaslu DKI Jakarta; Umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta

Merayakan Natal dan Kedaulatan Rakyat

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Anggota Bawaslu DKI Jakarta; Umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta Benny Sabdo. Foto: Source for JPNN.com

jpnn.com - Perayaan Natal senantiasa membawa ingatan kolektif kita pada sebuah kisah yang kontras, kelahiran seorang bayi di palungan hina di tengah sensus penduduk atas perintah Kaisar Agustus.

Di satu sisi, ada kekuasaan imperium yang dingin. Di sisi lain, ada kemanusiaan yang rapuh tetapi penuh harapan.

Dalam konteks Indonesia hari ini, cerita ini menemukan relevansinya tatkala kita merefleksikan kembali makna kedaulatan rakyat di tengah tarikan napas realisme politik.

Natal bukan sekadar ritual liturgis, melainkan sebuah proklamasi tentang martabat manusia. Jika dalam teologi Kristen, Tuhan datang menjadi manusia untuk memuliakan kemanusiaan, maka dalam demokrasi, kekuasaan seharusnya turun dari menara gadingnya untuk mengabdi kepada rakyat.

Di sinilah titik temu antara spiritualitas Natal dan esensi kedaulatan rakyat, yaitu keduanya menempatkan subjek yang paling lemah dan tak bersuara sebagai pusat perhatian.

Kedaulatan yang Terasing

Dalam realitas politik kontemporer, kita sering menyaksikan fenomena pengasingan kedaulatan. Rakyat, yang secara konstitusional adalah pemilik sah kekuasaan, sering kali hanya diposisikan sebagai angka dalam statistik pemilu, mirip dengan warga Yudea yang dicacah dalam sensus Romawi hanya untuk kepentingan pajak dan legitimasi penguasa.

Setelah suara diberikan, rakyat kerap ditinggalkan di luar pintu kebijakan yang tertutup rapat.

Natal bukan sekadar ritual liturgis, melainkan sebuah proklamasi tentang martabat manusia. Jika dalam teologi Kristen, Tuhan datang menjadi manusia.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |