jpnn.com, MELBOURNE - Seniman politik Tiongkok yang dikenal vokal, Badiucao, menggelar pameran tunggal pertamanya di Galeri Goldstone, Melbourne, Australia, pada Rabu (6/8).
Dalam pembukaan pameran bertajuk Disagree Where We Must tersebut, Badiucao membagikan kisah pribadi dan perjuangan panjangnya dalam melawan penindasan, baik dari dalam negeri Tiongkok maupun tekanan global yang meluas hingga ke negara demokratis seperti Australia.
Longgina Novadona Bayo, kandidat doktor studi antropologi dan pembangunan di School of Social and Political Sciences I Faculty of Arts, The University of Melbourne, mengabarkan Badiucao mengawali pidatonya bernada satir dengan menyebut diri sendiri telah “membuat banyak musuh” dalam perjalanannya sebagai seniman politik.
Namun, Badiucao mengaku “sesekali bisa juga berteman dengan diktator”. Seniman disiden atau penentang rezim penguasa Tiongkok itu menekankan bahwa pameran tersebut merupakan puncak dari perjuangan panjang dalam mencari ruang berekspresi yang aman dan bebas.
Lahir dari keluarga seniman yang menjadi korban penganiayaan politik di era awal kekuasaan Partai Komunis Tiongkok, Badiucao mengaku mewarisi luka sejarah yang dalam.
Kakeknya meninggal di kamp kerja paksa, sementara saudara lelakinya melakukan bunuh diri setelah terkena dampak kampanye "Seratus Bunga Mekar".
Keluarganya sempat melarangnya menjadi seniman demi menghindari tragedi serupa. Walakin, semangat berkesenian terus tumbuh dalam diri Badiucao.
“Jika saya ingin menjadi seniman dan membicarakan sejarah keluarga saya, saya harus meninggalkan Tiongkok,” ujarnya.