jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (KMS), menyoroti arah kebijakan pemerintah terutama di bidang pertahanan dan keamanan nasional, yang dinilai berpotensi mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil.
Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil itu memperingatkan adanya potensi ekspansi militer di ranah sipil, yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi 1998.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan dalam pernyataannya menilai sejumlah kebijakan terkini seperti Revisi Undang-Undang TNI dan penguatan struktur komando di luar fungsi pertahanan, menunjukkan kecenderungan militerisasi urusan sipil.
Dia menyatakan langkah tersebut tidak hanya menyalahi prinsip demokrasi, tetapi juga berpotensi mengikis akuntabilitas publik dalam sektor keamanan.
"Sejumlah rancangan regulasi seperti RUU Keamanan dan Ketertiban Sosial (KKS) serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berpotensi membuka ruang ekspansi peran militer di ranah sipil, yang dapat menggeser prinsip akuntabilitas dan kontrol sipil terhadap aparat keamanan," kata Fadhil dalam keterangannya, Sabtu (18/10).
LBH Jakarta bersama Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa reformasi sektor keamanan harus kembali diarahkan pada prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
RUU KKS, menurutnya, perlu ditinjau ulang agar tidak memperluas kewenangan militer di luar fungsi pertahanan.
Sementara itu, pembahasan RUU KUHAP harus difokuskan pada penguatan perlindungan hak masyarakat dalam proses hukum, termasuk hak atas pendampingan hukum, perlindungan terhadap penyalahgunaan wewenang, serta jaminan transparansi proses penyidikan dan peradilan.