jpnn.com - Banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat (Banjir Sumatra) bukan sekadar peristiwa alam. Tidak datang tiba-tiba.
Ia adalah peristiwa sosial-politik yang berulang. Dapat diprediksi dan seharusnya dapat dicegah.
Ketika bencana semacam ini terus terjadi, persoalan utamanya tidak lagi terletak pada siklus alam, melainkan pada kualitas tata kelola lingkungan dan kepemimpinan negara.
Dalam konteks ini, meskipun ada unsur akumulasi kebijakan, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sebagai “man in office” tidak dapat dilepaskan dari lingkar tanggung jawab publik.
Mandat Kementerian Kehutanan pada dasarnya bersifat preventif.
Undang-undang menempatkan hutan sebagai sistem penyangga kehidupan: pengatur tata air, penahan erosi, dan pelindung kawasan hilir dari banjir dan longsor.
Ketika fungsi-fungsi tersebut gagal bekerja secara sistemik, itu menandakan bukan semata kegagalan alam, melainkan kegagalan kebijakan.
Terlebih ketika kegagalan itu terjadi di wilayah-wilayah yang sejak lama telah diidentifikasi sebagai kawasan rawan bencana akibat deforestasi dan alih fungsi lahan.












































