jatim.jpnn.com, SURABAYA - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperkuat intervensi pencegahan perkawinan anak hingga ke tingkat desa.
Desakan ini disampaikan karena Jawa Timur pernah tercatat sebagai provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi secara nasional.
Pada 2022, jumlah dispensasi kawin terbanyak berasal dari Kabupaten Malang, disusul Jember, Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo. Meski demikian, dalam dua tahun terakhir menunjukkan perbaikan berkat langkah-langkah kebijakan yang mulai berjalan.
Ketua LPA Jawa Timur Anwar Sholihin mengatakan, Pemprov Jawa Timur telah meluncurkan Gerakan 5 Stop—Stop Stunting, Stop Tanpa Dokumen Kependudukan, Stop Bullying dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Stop Pekerja Anak, serta Stop Perkawinan Anak.
Kebijakan ini dipertegas melalui Surat Edaran Gubernur (2021) serta Peraturan Gubernur Nomor 85 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak.
“Intervensi perlu menyentuh level desa karena banyak keputusan yang menentukan masa depan anak justru terjadi di lingkungan keluarga dan komunitas,” ujar Anwar dalam Stakeholders Review MeetingProgram BERANI II di Surabaya, Rabu (10/12).
Anwar menilai praktik perkawinan anak kerap berkelindan dengan persoalan lain, seperti kekerasan berbasis gender, sunat perempuan, dan pekerja anak.
Karena itu, penanganannya harus bersifat multidimensi. Bentuk pencegahan yang dilakukan antara lain advokasi regulasi hingga tingkat desa, penyusunan rencana aksi daerah dan desa, pembentukan Forum Anak, dan penguatan Gugus Tugas Desa Layak Anak.







































