jabar.jpnn.com, BOGOR - Hari keempat pelaksanaan Conference of the Parties (COP30) di Belém, Brasil, menjadi momentum bersejarah bagi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia.
Bertempat di Paviliun Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol, bersama Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen, menandatangani Letter of Intent (LoI) sebagai langkah awal dimulainya perdagangan karbon internasional berbasis teknologi.
“Ini merupakan langkah besar menuju implementasi Article 6.2 Paris Agreement dengan dimulainya perdagangan karbon internasional berbasis teknologi pertama dari Indonesia,” ujar Hanif Faisol.
Kesepakatan ini diperkuat dengan penandatanganan Framework Agreement Generating Based Incentive antara PT PLN (Persero) dan Global Green Growth Institute (GGGI) di bawah payung kerja sama bilateral Indonesia–Norwegia.
Melalui perjanjian tersebut, Indonesia akan menyalurkan hasil mitigasi emisi sebesar 12 juta ton CO?e dari proyek energi terbarukan dengan potensi nilai ekonomi mencapai USD 350 juta.
Kerja sama ini merupakan bagian dari implementasi Generation-Based Incentive (GBI) Programme, sekaligus tindak lanjut konkret hubungan bilateral yang selama ini telah berjalan dalam skema Result-Based Contribution (RBC), di mana Norwegia telah memberikan kontribusi hingga USD 260 juta atas kinerja pengelolaan hutan Indonesia.
“Kerja sama ini bukan akhir, tetapi awal dari fase implementasi nyata. Indonesia ingin memastikan pasar karbon yang dibangun berintegritas tinggi, transparan, dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat serta lingkungan,” ujar Hanif.
Penandatanganan Framework Agreement PLN–GGGI menjadi fondasi menuju Mitigation Outcome Purchase Agreement (MOPA) yang dijadwalkan terlaksana pada Desember 2025.



































