jpnn.com - Di era ketika komitmen lingkungan kerap tereduksi menjadi sekadar jargon kampanye atau kebijakan kosmetik yang rapuh, sebuah pertanyaan kritis patut diajukan.
Siapakah yang memiliki keberanian dan pengaruh untuk membawa isu kelangsungan hidup planet ini ke meja tempat kekuasaan sesungguhnya bersemayam?
Bukan sebagai aksesori moral, melainkan sebagai fondasi imperatif dalam setiap keputusan strategis pembangunan nasional.
Di Indonesia, dari sekian banyak tokoh, sosok Hashim Djojohadikusumo menawarkan lensa pandang yang unik dan bernuansa.
Ia bukan aktivis romantis yang berteriak dari luar tembok kekuasaan, melainkan seorang aktor elite yang, dengan segala kompleksitasnya, memahami secara gamblang bahwa masa depan bangsa tak terpisahkan dari relasi intrinsiknya dengan alam.
Yang menarik dicermati adalah arena tempatnya bergerak: suatu wilayah genting yang jarang diurai dengan kejujuran intelektual para petinggi (politisi, konglomerat, influencer, dan lainnya) yaitu persilangan antara kekuasaan politik, modal besar, peta geopolitik global, dan ekologi.
Di ruang inilah wacana lingkungan terbebas dari naif. Ia berubah menjadi medan sarat kepentingan ekonomi global, negosiasi keras penentu aliran investasi serta pertaruhan nyata atas kedaulatan energi dan sumber daya alam.
Isu lingkungan hidup, dengan demikian, kehilangan kenetralannya; ia menjadi alat sekaligus objek dari pertarungan yang jauh lebih besar.












































