jatim.jpnn.com, SURABAYA - Surabaya menjadi salah satu kota yang paling rentan terhadap dampak panas ekstrem. Suhu harian di musim kemarau kerap menembus 34–36 derajat celsius, dengan sensasi panas yang lebih menyengat akibat kelembapan udara yang tinggi.
Profesor Riset Bidang Iklim dan Cuaca Ekstrem Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Prof Erma Yulihastin mengungkapkan, panas ekstrem di wilayah Surabaya berpotensi terus berlanjut. Hal itu merujuk pada hasil riset kenaikan suhu maksimum di kawasan Surabaya Raya, meliputi Surabaya, Gresik, Lamongan, Sidoarjo, Mojokerto, dan Bangkalan.
“Dalam periode tertentu, kenaikan suhu maksimum di kawasan Surabaya Raya diproyeksikan bisa mencapai lima derajat Celsius atau lebih,” kata Erma.
Gelombang panas tersebut tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis masyarakat. Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya Marini, S.Psi., M.Psi., Psikolog, menyebut paparan suhu tinggi berkorelasi dengan meningkatnya stres, kelelahan emosional, hingga agresivitas.
“Dampaknya bisa menurunkan produktivitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat,” ujarnya.
Merespons risiko panas ekstrem tersebut, PT Daikin Airconditioning Indonesia (DAIKIN) menilai perlunya ruang komunal yang lebih adaptif terhadap iklim. Hal ini mendorong DAIKIN mendukung renovasi Balai Warga RW 04 Kampung Ketandan, Surabaya, pada awal Desember lalu.
Renovasi tersebut merupakan kolaborasi antara DAIKIN, Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) Kyoto University Jepang, dan Operations for Habitat Studies (OHS), dengan tujuan menciptakan contoh ruang publik yang mampu meningkatkan ketahanan warga terhadap cuaca panas ekstrem.
Direktur PT Daikin Airconditioning Indonesia dan PT Daikin Industries Indonesia Budi Mulia mengatakan renovasi balai warga ini menjadi bagian dari pengembangan teknik pendinginan yang sesuai dengan karakter bangunan dan pola penggunaan AC di Asia Tenggara.









































