Akademisi Esa Unggul Respons soal Megawati Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

3 hours ago 14

Akademisi Esa Unggul Respons soal Megawati Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Dosen Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Syurya M Nur (berdiri). Foto: Source

jpnn.com, JAKARTA - Sikap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto menunjukkan bahwa bangsa Indonesia belum sepenuhnya berdamai dengan masa lalunya.

Sebagai mantan presiden dan tokoh nasional, Megawati semestinya menampilkan sikap kenegarawanan yang menjadi contoh bagi seluruh rakyat.

"Ibu Mega sebagai mantan Presiden seharusnya menunjukkan sikap kenegarawan yang menjadi panutan. Bangsa ini adalah bangsa yang penuh rasa, termasuk rasa maaf yang seharusnya dicontohkan dari para pemimpinnya,” ujar Dosen Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Syurya M Nur kepada Wartawan, Sabtu (8/11/2025).

Ia menilai bila penolakan tersebut berakar pada pengalaman keluarga Soekarno di masa lalu, keputusan itu justru berisiko menumbuhkan politik dendam yang dapat menghambat agenda rekonsiliasi nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto.

“Pak Prabowo saya kira tidak akan marah atau dendam. Tapi kalau semangat rekonsiliasi yang digagas beliau diganggu, itu bisa mengacaukan program besar menuju kolaborasi nasional. PDIP ini partai besar, punya pengaruh luas di daerah,” kata Syurya.

Syurya menilai banyak pemimpin masa lalu yang bisa menjadi contoh bagaimana berdamai dengan sejarah tanpa menghapus sikap kritis terhadap masa lalu.

Ia menyebut nama Gus Dur, Taufiq Kiemas, dan Prabowo Subianto sebagai teladan.

“Para pendahulu seperti Gus Dur dan Taufiq Kiemas sudah selesai dengan masa lalu. Mereka menunjukkan bahwa politik kita seharusnya politik cinta damai, cinta kasih, dan welas asih. Rakyat jangan terus disuguhi narasi dendam,” pungkasnya.

Megawati tolak gelar pahlawan untuk Soeharto, Akademisi Esa Unggul : pemimpin harus ajarkan politik tanpa dendam.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |