Suara Santri untuk Media: Kebebasan Tak Berarti Tanpa Keberadaban

8 hours ago 12

Syifa’ Nurda Mu’affa, M.Pd.

 Kebebasan Tak Berarti Tanpa Keberadaban

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Komisi Penyiaran Indonesia beri sanksi Trans7 Foto: KPI

jpnn.com - KASUS tayangan Xpose Uncensored Trans7 yang menyinggung santri dan pondok pesantren menimbulkan gelombang protes publik.

Tayangan tersebut menampilkan narasi yang dianggap merendahkan kehidupan pesantren dan menggambarkan santri sebagai sosok kolot dan terbelakang. Masalah ini tidak bisa dianggap sepele.

Dia bukan hanya tentang satu atau dua pondok tertentu, tetapi tentang bagaimana media memperlakukan pesantren sebagai bagian dari wajah bangsa.

Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi tempat di mana nilai-nilai moral, nasionalisme, dan spiritualitas ditanamkan. Sayangnya, banyak media masih menampilkan pesantren dengan pendekatan sensasional.

Hal ini menunjukkan adanya krisis sensitivitas budaya dan keagamaan di ruang redaksi dan dunia kreatif televisi.

Padahal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah menegaskan pada Pasal 36 ayat (5) bahwa “Isi siaran wajib dijaga agar tidak merendahkan martabat manusia, melecehkan nilai agama, serta menimbulkan permusuhan antar kelompok masyarakat.” Prinsip ini juga dikuatkan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Tahun 2012, yang melarang penayangan konten yang melecehkan tokoh agama, menista keyakinan, atau menyinggung nilai-nilai moral masyarakat.

Namun, dalam praktiknya, aturan ini sering diabaikan. Banyak lembaga penyiaran berlindung di balik dalih “kebebasan berekspresi” tanpa mempertimbangkan tanggung jawab sosial dan dampak etis yang ditimbulkan. Akibatnya, publik kehilangan kepercayaan, dan lembaga penyiaran kehilangan wibawa etiknya.

Dalam konteks hukum yang lebih baru, pemerintah telah memperkuat kerangka penyiaran melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2024, yang mengubah sebagian ketentuan PP 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik. Regulasi ini menegaskan pentingnya tata kelola siaran yang transparan, akuntabel, dan berbasis pelayanan publik, serta mengatur pembiayaan dan pelaporan lembaga penyiaran agar tidak menyimpang dari prinsip etika publik.

Kasus tayangan Xpose Uncensored Trans7 yang menyinggung santri dan pondok pesantren menimbulkan gelombang protes publik.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |