jateng.jpnn.com, SEMARANG - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menggratiskan pendidikan dasar dan menengah selama sembilan tahun di sekolah swasta disambut positif oleh kalangan akademisi.
Pakar Pendidikan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Turahmat menilai kebijakan itu menunjukkan komitmen negara terhadap pemerataan akses pendidikan.
"Putusan itu sangat melegakan karena artinya pemerintah memberikan perhatian yang lebih terhadap dunia pendidikan kita," ujar Turahmat, Kamis (29/5).
Dia menilai kewajiban pemerintah membiayai pendidikan di sekolah swasta tidak cukup hanya berbicara soal akses, tetapi juga harus dijamin dari sisi mutu. Pendidikan, menurutnya, tidak boleh tunduk pada logika pasar.
"Di Jawa ada dogma ana rega ana rupa (ada harga, ada rupa, red). Nah, itu tidak boleh berlaku di pendidikan. Sekolah negeri maupun swasta harus berada pada kualitas yang sama," ujarnya.
Turahmat mencermati tren penurunan kualitas dan fasilitas di sejumlah sekolah negeri beberapa tahun terakhir. Dia menyebut banyak sekolah negeri kalah bersaing dengan swasta, baik dari segi kualitas pengajaran maupun sarana prasarana.
Karena itu, dia mengingatkan agar kebijakan penggratisan biaya pendidikan tidak menjadi dalih bagi pemerintah untuk mengurangi anggaran atau perhatian terhadap mutu pendidikan.
"Jangan sampai ini hanya soal gratis. Yang penting ada bangku, papan tulis, kapur tinggal oret-oret. Itu bahaya kalau sampai begitu," ujarnya mengkritik pendekatan minimalis dalam kebijakan pendidikan.