jatim.jpnn.com, SURABAYA - Insiden tewasnya seorang pengemudi ojek online (ojol) yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat demonstrasi di Jakarta pada Kamis (28/8) menuai kecaman.
Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Satria Unggul Wicaksana menilai peristiwa itu sebagai bentuk kekerasan brutal aparat negara dan masuk dalam kategori extrajudicial killing.
“Ini menunjukkan perangai brutal dalam menangani aksi massa. Bukan sekali ini saja. Kami masih ingat tragedi Kanjuruhan, ratusan nyawa hilang dan hanya berujung sanksi etik,” kata Satria, Jumat (29/8).
Menurutnya, tindakan melindas warga sipil yang tidak bersenjata dengan kendaraan lapis baja adalah pelanggaran serius hukum dan HAM.
Dia menyebut peristiwa tersebut termasuk extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan, yang dilarang keras dalam Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang sudah diratifikasi Indonesia.
Satria yang juga Dekan Fakultas Hukum UMSurabaya menambahkan hak untuk hidup dan rasa aman dijamin dalam UUD 1945 serta UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Oleh karena itu, tindakan represif terhadap warga yang menyampaikan pendapat adalah bentuk pelanggaran konstitusi.
“Alih-alih reformasi, tindakan semacam ini justru menegasikan empati dan tanggung jawab moral aparat sebagai pejabat publik yang digaji dari pajak negara,” ucapnya.
Dia juga menyoroti Perkap No. 1 Tahun 2009 dan Perkap No. 8 Tahun 2009, yang mengatur penggunaan kekuatan oleh Polri. Menurutnya, penggunaan kendaraan taktis hanya dibenarkan bila tidak ada alternatif lain untuk menghentikan tindak kejahatan.