Memaknai Hari Ibu sebagai Tonggak Kepemimpinan Perempuan

3 hours ago 15

Oleh: Fiyatri Widuri (Ketua umum Perak indonesia/Vice Presiden BPW Indonesia)

Memaknai Hari Ibu sebagai Tonggak Kepemimpinan Perempuan

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Memaknai Hari Ibu sebagai Tonggak Kepemimpinan Perempuan

jpnn.com - Di Indonesia, Hari Ibu sejak awal tidak dimaknai sebagai perayaan peran domestik semata. Ia lahir sebagai simbol kebangkitan gerakan perempuan sebuah kesadaran kolektif bahwa perempuan adalah subjek sejarah, bukan pelengkapnya.

Makna ini berakar kuat pada Kongres Perempuan Indonesia I yang diselenggarakan pada 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta, hanya berselang waktu singkat setelah Sumpah Pemuda.

Dalam kongres itu, perempuan dari berbagai latar belakang menyatukan suara dan gagasan untuk memperjuangkan pendidikan, keadilan, serta peran aktif perempuan dalam kehidupan berbangsa. Sejak saat itulah Hari Ibu di Indonesia dimaknai sebagai tonggak kesadaran politik, sosial, dan kepemimpinan perempuan.

Namun hampir satu abad setelah kongres bersejarah tersebut, pertanyaan penting patut diajukan: sejauh mana semangat itu benar-benar hadir dalam ruang kepemimpinan hari ini?

Data menunjukkan bahwa representasi perempuan di ruang pengambilan keputusan strategis masih belum ideal. Di parlemen nasional, keterwakilan perempuan baru berada di kisaran 21–22 persen.

Di tingkat kepemimpinan birokrasi, korporasi, maupun organisasi strategis lainnya, perempuan masih sering menjadi minoritas. Padahal berbagai studi global menunjukkan bahwa organisasi dan negara dengan kepemimpinan yang lebih inklusif cenderung memiliki kebijakan sosial yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Masalahnya bukan semata soal angka representasi, melainkan juga soal cara memimpin. Kepemimpinan perempuan sering kali direduksi pada isu kuota, simbol, atau pencitraan, tanpa benar-benar dipahami sebagai kontribusi substantif terhadap kualitas pengambilan keputusan.

Kepemimpinan perempuan sejatinya bukan hanya tentang siapa yang memimpin, tetapi bagaimana kepemimpinan dijalankan. Dia lahir dari kemampuan menata rasa, mengelola empati, membaca kompleksitas sosial, dan mengambil keputusan dengan keberanian moral.

Di Indonesia, Hari Ibu sejak awal tidak dimaknai sebagai perayaan peran domestik semata. Ia lahir sebagai simbol kebangkitan gerakan perempuan

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |