jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyatakan keterlambatan Kementerian Ketenagakerjaan dalam menyiapkan dasar hukum kenaikan Upah Minimum 2026 merupakan bentuk kelalaian serius yang langsung berdampak pada pekerja dan dunia usaha.
Hingga mendekati tenggat penetapan sesuai amanat PP 36 Tahun 2021, Kemenaker dinilai belum menentukan bentuk regulasi yang akan digunakan.
"Jika regulasinya saja tidak disiapkan, bagaimana mungkin kepala daerah bisa bekerja sesuai mandat? Pemerintah pusat tidak boleh menjadi sumber kekacauan," kata Edy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (19/11).
Legislator Fraksi PDI Perjuangan ini menilai pemerintah mengulang pola buruk tahun lalu ketika penetapan upah minimum dilakukan tanpa proses regulatif yang transparan.
"Upah itu bukan angka yang turun dari podium lalu disulap jadi kebijakan. Negara ini punya hukum. Penetapan UM tidak boleh bertumpu pada pernyataan," tegas Edy.
Ia mencontohkan ketidakadilan dalam pemberlakuan angka kenaikan tunggal 6,5 persen tahun lalu yang merugikan pekerja di daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Maluku Utara yang mencapai 34,58 persen pada triwulan I-2025.
Edy juga menyesalkan diabaikannya amanat Mahkamah Konstitusi terkait Kebutuhan Hidup Layak sebagai dasar konstitusional penentuan upah.
"KHL itu bukan opsi, melainkan dasar konstitusional dalam menentukan upah. Jangan sampai negara sengaja menutup mata terhadap instrumen yang melindungi pekerja," ujarnya.








































