jpnn.com, JAKARTA - Pendiri firma analitik Big Data Evello, Dudy Rudianto, menepis pandangan yang menyebut serangan di media sosial terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, merupakan orkestrasi dari pihak penguasa.
Menurut Dudy, terlalu dini untuk menarik kesimpulan bahwa serangan tersebut digerakkan oleh kekuasaan, meskipun menggunakan pola bot yang seragam.
Dudy bahkan menyebut pelaku serangan semacam ini sebagai "buzzer receh" karena dampak dan jangkauannya yang terbatas.
Dia memberikan perbandingan dengan sejumlah isu besar yang menunjukkan bahwa interaksi publik di media sosial sering kali lebih kuat dan tidak dapat dibendung oleh pihak yang berkuasa.
"Terlalu dini untuk sampai pada kesimpulan jika orkestrasi itu digerakkan oleh penguasa hanya karena serangan menggunakan model bot yang seragam. Justru buzzer ini bisa dikatakan buzzer receh," kata Dudy dalam keterangannya, Kamis (6/11).
Dia lantas mencontohkan, kasus kelangkaan minyak goreng pada 2022. Pada periode Februari hingga April 2022, saat kelangkaan minyak goreng menjadi isu publik, Megawati sempat menjadi sasaran sentimen negatif di media sosial akibat pernyataannya.
"Saat itu, Ibu Mega menjadi bagian sasaran sentimen atau bahkan serangan di media sosial akibat pernyataannya soal minyak goreng, tetapi mengapa kekuasaan saat itu tidak bisa membantu memberikan opini publik? Ini menunjukkan jika interaksi besar tidak selalu ada tangan kekuasaan didalamnya," tutur Dudy Rudianto.
Dudy mencatat, jumlah tayangan (tayang) soal kelangkaan minyak goreng mencapai 50 juta di Instagram, 38 juta di YouTube, dan 204 juta di TikTok, yang menunjukkan kekuatan opini publik yang tidak mampu dibendung oleh kekuasaan.








































