jateng.jpnn.com, SOLO - Gagasan pembentukan Provinsi Solo Raya maupun Daerah Istimewa Surakarta (DIS) tampaknya semakin sulit untuk diwujudkan. Di tengah meredupnya wacana tersebut, kini muncul pendekatan baru yang lebih realistis dan membumi, Aglomerasi Solo Raya.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Solo Ferry Septha Indrianto menyambut baik gagasan ini. Menurutnya, aglomerasi adalah konsep modern yang dapat menggantikan sistem karesidenan lama yang dibubarkan pada 16 Juni 1946.
"Tidak ada salahnya Solo Raya mewujudkan aglomerasi. Ini konsep dalam ekonomi dan tata ruang yang menggambarkan konsentrasi aktivitas manusia dan ekonomi. Tujuannya jelas meningkatkan daya saing dan pertumbuhan kawasan lewat integrasi wilayah," kata Ferry di Kota Solo, Kamis (10/4).
Dia menilai saat ini ada sejumlah momentum strategis untuk mulai membangun kerja sama kawasan berbasis aglomerasi. Salah satunya adalah pelaksanaan event Solo Raya Great Sale (SGS) pada Juli 2025 mendatang.
"SGS ini untuk pertama kalinya digelar serentak di seluruh wilayah Solo Raya. Bukan hanya Kota Solo, tetapi juga Karanganyar, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Sragen, dan Wonogiri. Ini simbol kekompakan dan semangat kolektif menggerakkan ekonomi kawasan," ujarnya.
Momentum lainnya, lanjut Ferry, adalah 100 hari pemerintahan kepala daerah baru di kawasan Solo Raya serta meredupnya wacana pembentukan Provinsi Solo Raya maupun DIS yang sempat ramai pada 2019 lalu.
"Biasanya masyarakat menilai kinerja kepala daerah dalam 100 hari pertama. Di saat bersamaan, wacana provinsi dan DIS juga mulai menguap. Ini saat yang tepat untuk mengedepankan pendekatan ekonomi ketimbang politik wilayah," ujarnya.
Ferry berharap aglomerasi bisa menjadi pengikat integrasi dan solusi bagi ketimpangan pembangunan. "Kalau Solo Raya bisa bersatu, UMKM akan berkembang, industri menggeliat, pariwisata pun ikut maju," ujarnya.