jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)) Bahlil Lahadalia memberikan kelonggaran dengan menambah kuota impor 10 persen dibandingkan 2024 dan realisasi impor sudah mencapai 110 persen.
Kebijakan pemerintah itu mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan.
Pasalnya, langkah tersebut untuk mengantasipasi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik swasta seperti BP, Shell, dan VIVO.
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan langkah pemerintah dalam mengatur impor BBM badan usaha (BU) swasta sudah tepat.
Menurutnya, kebijakan tersebut bukan bentuk monopoli, melainkan upaya konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap terkendali di tingkat nasional.
“Sudah tepat itu apa yang dilakukan Menteri ESDM, langkah itu bukan diskriminasi atau monopoli. Justru konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap terkendali di tingkat nasional. Dengan begitu, potensi inefisiensi dan disparitas harga bisa dihindari,” kata Trubus, Jumat (19/9).
Trubus menyikapi desakan sejumlah pihak swasta agar pemerintah membuka kuota impor tambahan.
Padahal, kuota impor BBM swasta tahun ini sudah dinaikkan 10 persen dibandingkan 2024, bahkan realisasinya mencapai 110 persen dari pagu awal.