jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, maraknya pengibaran bendera One Piece jadi perbincangan hangat.
Fenomena itu makin ramai karena sejumlah kepala daerah dan aparat kepolisian melarang masyarakat mengibarkan bendera yang diadaptasi dari serial manga dan anime karya Eiichiro Oda.
Pakar Komunikasi dari Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Fajar Junaedi menyoroti fenomena pengibaran bendera anime One Piece tersebut.
Fajar mengatakan anime One Piece memiliki banyak elemen semiotika dengan beragam tema dan makna.
“Dalam konteks semiotika, bisa dilihat dengan memulai dari tema utamanya, kerja keras, kemenangan dan persahabatan,” kata Fajar pada Senin (4/8).
Dosen yang akrab disapa Fajarjun ini mengatakan dalam hal politik representasi karakter dan ideologi dalam One Piece menunjukkan pemaknaan semiotika di secondary signification.
Menurutnya, para karakter dirancang secara semiotik untuk mewakili nilai-nilai dan konflik sosial yang lebih luas.
“Saya merujuk penelitian dari Thomas Zoth (2011) yang berjudul The politics of One Piece: Political critique in Oda's Water Seven. Zoth menyebutkan bahwa alur Water Seven menggunakan karakter untuk mengeksplorasi relasi antara individu dan negara, khususnya dalam hal keamanan nasional. Narasi tersebut menyiratkan bahwa mengorbankan hak individu demi peningkatan keamanan yang dirasakan tidak dapat diterima dan memberikan perhatian pada sikap kritis terhadap isu-isu politik,” ucapnya.