jpnn.com - Direktur Badan Kajian Ekonomi dan Pemerhati BUMD Indonesia, M Peter menyoroti laporan keuangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya menutup tahun buku 2024 dengan catatan laba bersih Rp 27,33 miliar. Menurutnya, laporan keuangan dan dokumen pengesahan yang diperoleh jauh dari sehat.
"Ekuitas perusahaan tercatat minus Rp 52,55 miliar dibandingkan modal disetor, menandakan kerugian masa lalu belum tertutup sebagaimana diatur dalam PP No.54/2017 tentang BUMD," kata Peter dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).
Dia menjelaskan masalah keuangan ini dibarengi dengan keputusan-keputusan manajemen yang memunculkan tanda tanya. Misalnya, lanjut Peter, dengan alasan efisiensi, perusahaan melakukan PHK terhadap sejumlah pegawai.
"Namun ironisnya, rekrutmen pegawai baru justru dilakukan dalam jumlah lebih banyak. Kebijakan yang kontradiktif ini memunculkan dugaan bahwa efisiensi hanya menjadi dalih tanpa strategi konsolidasi yang jelas," lanjutnya.
Dia juga mengungkapkan salah satu temuan audit dalam laporan keuangan itu ialah paling mencolok adalah piutang sebesar Rp 68,56 miliar kepada PT Kuala Jaya Realty (KJR) yang sudah macet lebih dari 90 hari.
"Skema pembayaran yang diusulkan Sarana Jaya tidak diterima pihak KJR, dan kesepakatan resmi tidak pernah tercapai," tuturnya.
Peter menjelaskan sesuai PSAK 71, piutang macet seperti ini seharusnya di-impairment (penurunan nilai) penuh sebagai cadangan kerugian.
"Namun manajemen memilih tidak mencatatkan beban tersebut, hanya mengandalkan komitmen KJR untuk membayar Rp 2 miliar hingga akhir 2024," ucap Peter.