jpnn.com, JAKARTA - Krisis kepemimpinan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini dinilai sudah sangat serius.
Sebab, antara Rais Aam KH Miftahul Ahyar sebagai pucuk pimpinan tertinggi di PBNU dan Ketua Umum Tanfidziyah KH Yahya Cholil Staquf serta Sekjen Saifullah Yusuf sudah tidak sejalan dan bahkan saling pecat.
Adanya wacana islah seperti diingInkan sejumlah kiai sepuh NU juga belum menunjukkan adanya titik terang.
Masing-masing faksi di elite PBNU masih mengedepankan ego masing-masing sehingga krisis kepemimpinan yang terjadi sulit diurai.
Kepala Pascasarjana (S2) Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga Surabaya Airlangga Pribadi Kusman mengatakan untuk mengurai persoalan yang terjadi dibutuhkan langkah penting dan fundamental yaitu reformasi total kepengurusan PBNU.
”Mengapa perlu dilakukan reformasi total? Karena pihak-pihak yang yang saling berkonflik satu sama lain antara Ketua Umum Tanfidziyah Gus Yahya dan Rais Aam KH Miftahul Ahyar sendiri, serta ada Gus Ipul, satu sama lain saat ini berada dalam satu konflik yang sangat mendalam, dimana tarik-menarik antarkepentingan di antara faksi-faksi yang ada saat ini di internal tubuh PBNU sendiri mengalami apa yang disebut krisis legitimasi,” ujar Airlangga, Minggu (7/12/2025).
Pakar politik lulusan Murdoch University, Australia ini mencontohkan adanya konflik dalam konteks pengelolaan tambang di antara faksi yang ada seperti disampaikan Ketua PBNU Ulil Absar Abdalla, sebetulnya adalah trigger utama dari konflik elite yang terjadi saat ini.
Satu sama lain sedang tarik-menarik kepentingan terkait siapa yang bakal menjadi investor dalam pengelolaan konsesi tambang ini dari berbagai macam faksi di antara kekuatan bisnis.










































