jpnn.com, BANDUNG - Pembebasan bersyarat mantan Ketua DPR Setya Novanto menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Guru Besar Hukum Universitas Islam Bandung (Unisba) Prof Nandang Sambas.
Nandang menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat, serta meruntuhkan konsistensi penegakan hukum dalam kasus korupsi.
Menurutnya, pembebasan bersyarat merupakan hak setiap narapidana, sebagaimana diataur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Namun, dia menekankan bahwa hak tersebut harus dijalankan secara selektif, terutama dalam kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi.
“Korupsi itu termasuk extraordinary crime. Maka, sejak awal proses hukum hingga pemidanaannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa pula. Termasuk dalam hal pemberian remisi, pengampunan, maupun pembebasan bersyarat. Harus ada kualifikasi yang sangat ketat,” kata Prof Nandang saat dihubungi, Senin (18/8/2025).
Menurutnya, pelepasan narapidana kasus korupsi seperti Setya Novanto tidak hanya menimbulkan pertanyaan soal keadilan, tetapi juga bisa mengikis kepercayaan publik terhadap integritas aparat penegak hukum.
“Ini bisa menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap konsistensi penegakan hukum, khususnya terhadap para pelaku tindak pidana korupsi,” ujar Nandang.
Dia menyoroti bahwa pemberian hak-hak istimewa terhadap koruptor berpotensi menimbulkan ketimpangan jika dibandingkan dengan narapidana kasus umum yang justru tidak mendapat perlakuan serupa.