jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong reformasi tata kelola Pemerintah Kota Surakarta menyusul temuan defisit anggaran dan kerentanan praktik korupsi di sektor perencanaan, penganggaran, serta pengadaan barang dan jasa (PBJ). Hal ini mengemuka dalam audiensi antara KPK dan Pemkot Surakarta di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (10/7).
"Tiga sektor ini merupakan titik rawan terbesar potensi kerugian negara. Kami perlu memantau bagaimana anggaran bergerak dan program berjalan sejak tahap perencanaan," tegas Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti.
KPK mencatat APBD Surakarta 2025 mencapai Rp2,2 triliun, namun terdapat defisit Rp14,3 miliar yang berpotensi mengganggu efektivitas pembangunan. "Pemkot perlu mengarahkan belanja daerah pada hal esensial untuk kesejahteraan masyarakat," tambah Ely.
Penggunaan metode e-purchasing (Rp294 miliar) dan pengadaan langsung (Rp262 miliar) juga menjadi sorotan. Wali Kota Surakarta Respati Ardi mengakui adanya kebocoran anggaran di sektor pertanian, pariwisata, dan pengelolaan pasar.
"Kami telah membentuk Tim Percepatan Pembangunan Kota (TPPK) yang melibatkan akademisi untuk mengurangi ketergantungan pada konsultan," jelasnya.
Indeks Integritas Surakarta turun dari 83,76 (2023) menjadi 76,55 (2024), menempatkannya di peringkat 19 dari 36 kabupaten/kota di Jawa Tengah. "Banyak rapor merah dalam pengelolaan anggaran dan PBJ. Pemkot harus waspada terhadap risiko korupsi," ungkap Kepala Satgas Korsup Wilayah III KPK, Azril Zah.
KPK memberikan sembilan rekomendasi, termasuk:
1. Penghapusan intervensi dalam proyek PBJ