jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
"Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM," kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (4/9).
Nadiem ditetapkan sebagai tersangka dalam perannya sebagai Mendikbudristek setelah tiga kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Ia pertama kali diperiksa pada Senin (23/6) lalu. Seusai pemeriksaan perdana, Nadiem menyatakan akan terus kooperatif selama mengikuti proses hukum yang tengah berjalan.
Dalam pemeriksaan, Nadiem didalami soal pengetahuannya terkait pengadaan laptop Chromebook serta dimintai keterangan seputar rapat yang terjadi pada 6 Mei 2020. Rapat ini dianggap janggal lantaran tak lama setelahnya muncul keputusan untuk melakukan pengadaan laptop Chromebook, padahal dalam kajian teknis April 2020, Chromebook dianggap tak efektif.
Pemeriksaan kedua berlangsung pada Selasa (15/7) selama 9 jam. Saat itu, Kejagung mendalami soal keuntungan yang didapat Nadiem dan proses pengadaan laptop. Pemeriksaan ketiga yang dilakukan pada Kamis (4/9) berujung pada penetapannya sebagai tersangka.
Sebelumnya, Kejagung telah menjerat empat orang sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Mereka adalah Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021 Mulyatsyah, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021 Sri Wahyuningsih, mantan stafsus Mendikbudristek Jurist Tan, dan mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek Ibrahim Arief. Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih sudah ditahan, sementara Ibrahim Arief ditetapkan sebagai tahanan kota. Jurist Tan sedang dicari karena berada di luar negeri.
Kasus ini bermula dari program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek dengan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Pengadaan memilih laptop dengan sistem operasi Chrome (Chromebook) yang dinilai memiliki banyak kelemahan untuk daerah 3T, termasuk ketergantungan pada internet, sehingga penggunaannya tidak optimal. Diduga juga terjadi ketidaksesuaian harga yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun.