jpnn.com, JAKARTA - Masa depan sistem pembayaran Indonesia tidak lagi hanya bertumpu pada kecepatan dan efisiensi transaksi.
Lonjakan ancaman siber, maraknya pencurian data, dan meningkatnya kompleksitas fraud mendorong industri untuk menempatkan keamanan pertukaran data, ketersediaan infrastruktur berbagi, serta kolaborasi lintas sektor sebagai prioritas utama.
Isu ini menjadi sorotan dalam Jalin CX Summit 2025, forum tahunan yang digelar PT Jalin Pembayaran Nusantara (JALIN) bagian dari Holding BUMN Danareksa di Yogyakarta dengan tema panel Building Collective Readiness Against Evolving Fraud Threats in Financial Industry.
Forum ini menghadirkan perwakilan regulator, lembaga keamanan siber, asosiasi fintech, perbankan, dan penyedia teknologi global untuk membahas arah baru ekosistem pembayaran nasional di tengah percepatan digitalisasi layanan keuangan.
Cybersecurity Ventures memproyeksikan kerugian global akibat kejahatan siber akan menembus USD 10,5 triliun pada 2025, menjadikannya salah satu ancaman ekonomi terbesar dunia.
Di Indonesia, BSSN mencatat lebih dari 330 juta anomali siber sepanjang 2024, menegaskan tingginya intensitas serangan terhadap sektor digital nasional.
Sementara itu, IBM Cost of a Data Breach 2024 melaporkan rata-rata kerugian kebocoran data di Asia Tenggara mencapai USD 3,2 juta per insiden, dengan sektor keuangan menjadi salah satu target utama.
Lonjakan risiko siber ini menyoroti urgensi tata kelola dan standar keamanan yang solid dalam sistem pembayaran.