jpnn.com, JAKARTA - Seorang staf KBRI Lima, Zetro Leonardo Purba, tewas ditembak orang tak dikenal di dekat apartemen tempat tinggalnya di ibu kota Peru, Lima, pada Senin malam (1/9). Penembakan dilakukan sebanyak tiga kali ketika korban sedang bersepeda bersama istrinya dan hendak masuk ke apartemennya di Arequipa Avenue, Distrik Lince, Lima.
Polisi Peru saat ini sedang melakukan investigasi terhadap kasus penembakan tersebut dan belum mengumumkan motifnya.
Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, atas nama pemerintah, telah mengeluarkan pernyataan berupa ucapan dukacita yang mendalam atas peristiwa tragis tersebut dan meminta otoritas Peru mengusut tuntas kasus ini.
Dalam kesempatan terpisah, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Darmansjah Djumala, menyampaikan dukacita mendalam atas wafatnya staf KBRI Lima.
"Sesuai dengan amanat Konvensi Wina, dan dalam upaya menjaga hubungan baik yang sudah terbina selama ini, Indonesia mendesak Pemerintah Peru untuk mengusut tuntas kasus penembakan staf KBRI Lima secara transparan dan terbuka," kata Djumala dalam keterangan persnya, Rabu (3/9).
Djumala, yang pernah menjabat Duta Besar RI untuk Austria sekaligus Wakil Tetap RI untuk PBB di Wina, lebih jauh menggarisbawahi tiga hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kasus ini. Pertama, sesuai Konvensi Wina 1961 Pasal 3, salah satu tugas Perwakilan Diplomatik adalah melindungi kepentingan warga negaranya di negara akreditasi. Ini berarti KBRI Lima harus ikut mengawal proses investigasi kasus ini sampai tuntas.
Kedua, dalam Pasal 29 disebutkan bahwa negara penerima harus memperlakukan diplomat negara sahabat dengan rasa hormat dan harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk melindungi mereka dari serangan. Berdasarkan pasal ini, kasus penembakan tersebut sudah menunjukkan bahwa Pemerintah Peru tidak memberikan perlindungan terhadap serangan fisik terhadap diplomat Indonesia.
Ketiga, satu hal yang juga harus diperhatikan oleh Pemerintah Peru dalam penanganan kasus ini adalah tujuan diadakannya hubungan diplomatik antara kedua negara. Fatsun diplomasi mengajarkan bahwa motif dibukanya hubungan diplomatik antara dua negara tidak lain adalah untuk meningkatkan hubungan persahabatan dan saling pengertian yang baik.