jpnn.com, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh, kembali mengingatkan pejabat publik dan masyarakat luas agar menjaga etika bermedia sosial serta tidak terburu-buru membagikan informasi yang belum terverifikasi.
Sebab, ruang digital adalah bagian dari publik yang syarat tanggung jawab moral, sehingga setiap unggahan dapat berpengaruh langsung pada persepsi dan ketenangan masyarakat.
Hal itu diungkapkan Asrorun dalam Diskusi Publik “Fatwa Bermuamalah di Media Sosial pada Era Post Truth: Fatwa, Etika, dan Sikap Kita” yang digelar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asrorun menekankan bahwa pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam kehati-hatian.
Asrorun Niam menilai fenomena konten digital dari pejabat publik sering kali mengabaikan prinsip tabayyun.
Akibatnya, memunculkan misinformasi yang dapat berkembang menjadi disinformasi.
“Dalam konteks ruang digital hari ini, satu unggahan bisa menyebar ke mana-mana dalam hitungan detik, dan efeknya bisa jauh lebih besar daripada yang dibayangkan pembuatnya,” katanya.
Asrorun kemudian menyinggung inspeksi mendadak yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke sebuah perusahaan air minum dalam kemasan di Subang yang dipublikasikan secara terbuka di media sosial.
Menurutnya, tindakan itu dilakukan tanpa proses klarifikasi terlebih dahulu sehingga menimbulkan kesimpulan keliru di masyarakat.







































