jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November lalu terus menimbulkan dampak signifikan. Pemerintah didesak untuk menetapkan status bencana nasional, tetapi ada jenjang yang harus dilalui.
Hingga Kamis sore (4/12), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 836 korban meninggal dunia dan 564 orang masih hilang.
Meskipun skala dampaknya luas dan kompleks, pemerintah pusat hingga kini belum menetapkan bencana di tiga provinsi tersebut sebagai bencana nasional.
Anggota Komisi VIII DPR RI Hasan Basri Agus (HBA) mendesak pemerintah pusat segera mengambil langkah untuk menetapkan status bencana nasional.
Menurutnya, penetapan status bencana nasional sudah menjadi kebutuhan mendesak mengingat tingginya korban jiwa, masifnya jumlah pengungsi, serta kerusakan infrastruktur krusial.
“Melihat skala dampak yang begitu luas, mulai dari korban jiwa yang tinggi, jumlah pengungsi yang masif, hingga kerusakan infrastruktur krusial. Langkah ini telah menjadi kebutuhan yang mendesak,” kata HBA pada Rabu (3/12).
Penetapan status Bencana Nasional diharapkan mampu mengoptimalkan sumber daya, anggaran, dan tenaga ahli dari seluruh Indonesia secara lebih terpusat dan cepat, guna mendukung upaya tanggap darurat, evakuasi, dan rehabilitasi.
Menanggapi desakan tersebut, Tenaga Ahli di Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada Djati Mardiatno menegaskan bahwa penetapan status bencana nasional harus mengikuti mekanisme hierarkis yang berlaku, tidak hanya didasarkan pada jumlah korban atau luasan dampak semata.









































