jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XII DPR RI Ratna Juwita Sari menyoroti langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang akan menerapkan E10 atau pencampuran 10 persen etanol dengan bahan bakar minyak (BBM).
Juwita mengaku kebijakan Bahlil Lahadalia ini jangan sampai dijadikan alasan untuk mengimpor etanol besar-besaran.
“Saya mendukung E10 sebagai langkah menuju energi bersih. Tapi jangan sampai kebijakan ini justru membuka keran impor baru," ujar Juwita dikutip Sabtu (11/10).
Karena itu, pemerintah perlu memastikan kapasitas produksi etanol dalam negeri benar-benar terpenuhi
"Pemerintah harus menjamin pasokan etanol dari dalam negeri cukup, baik dari sisi produksi maupun distribusi," katanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang produksi etanol nasional pada 2024 mencapai sekitar 303 ribu kiloliter (kL) per tahun, dengan realisasi produksi baru sekitar 161 ribu kiloliter.
Padahal, jika program E10 diberlakukan secara penuh, kebutuhan etanol nasional diperkirakan mencapai 890 ribu kiloliter per tahun atau sekitar 890 juta liter.
"Ini artinya masih ada kesenjangan lebih dari 700 ribu kiloliter yang perlu ditutup dengan peningkatan kapasitas produksi dalam negeri," kata dia.
Dia menilai kondisi ini harus menjadi perhatian serius pemerintah sebelum menerapkan E10 secara nasional.