jpnn.com - Perlawanan Tuan Rondahaim Saragih terhadap kolonialisme Belanda di Simalungun menonjol sebagai salah satu episode paling cemerlang dalam sejarah perjuangan pribumi di Sumatra. Berpijak pada tiga pilar strategis-diplomasi kekerabatan, gerilya ekologis, dan legitimasi kultural-Rondahaim tidak hanya menantang superioritas militer Belanda, tetapi juga menegaskan kedaulatan epistemik Simalungun.
Penulis ingin mengungkap kecerdasan strategis Rondahaim dalam melawan hegemoni kolonial dengan merekonstruksi ketiga pilar tersebut dengan menganalisis berbagai sumber primer seperti Pustaha Simalungun (1387), Turiturian ni Raja Raya (1480), Adat Parpitu (1425), arsip kolonial seperti Mailrapport (1860-1933) serta tradisi lisan yang divalidasi oleh protokol FPIC LIPI (2022).
Dengan mengintegrasikan wawasan arkeologi dari situs seperti Lobang Taneh Dolok Tolong dan pendekatan dekolonisasi sejarah yang diadvokasi oleh Walter Mignolo (2011) dan Linda Tuhiwai Smith (1999).
Kutipan asli dari sumber-sumber ini, termasuk terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia, menegaskan bahwa perlawanan Rondahaim berakar pada kosmologi ginjang-tonga-toru dan prinsip sahala, yang memungkinkan ketahanan luar biasa terhadap tekanan kolonial.
Diplomasi kekerabatan menjadi pilar pertama perlawanan Rondahaim, memanfaatkan sistem dalihan na tolu (tiga tungku) untuk membangun aliansi antar-marga dan kerajaan Simalungun.
Sistem ini, yang mengatur hubungan antara hula-hula (pemberi istri), boru (pengambil istri), dan dongan sabutuha (saudara semarga), tidak hanya memperkuat ikatan sosial, tetapi juga menjadi alat politik untuk memobilisasi dukungan terhadap Belanda.
Naskah Pustaha Simalungun (1387), disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden (Kodex MS.Or.345b), mencatat prinsip diplomasi ini: “Molo marsahala hula- hula, boru, dongan, sai marhohang ma partuanan” (“Jika kekuatan hula-hula, boru, dan dongan bersatu, utuhlah partuanan”) (fol. 15r).
Verifikasi radiokarbon oleh Beta Analytic (2021) mengkonfirmasi usia naskah ini (634±30 BP), dan menegaskan bahwa sistem kekerabatan telah menjadi fondasi politik Simalungun selama berabad-abad.