jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menganggap penetapan Presiden kedua RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional ialah tindakan melawan hukum.
"Tindakan melawan hukum, terutama UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan," kata Hendardi kepada awak media, Senin (27/10).
Dia mengatakan UU tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan mengungkap beberapa syarat seseorang menerima gelar Pahlawan Nasional.
Pasal 24 UU dimaksud mengatur syarat seseorang memperoleh gelar Pahlawan Nasional, yakni WNI, berintegritas dan bermoral, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, tidak berkhianat terhadap bangsa dan negara, tidak pernah dipidana minimal lima tahun penjara.
"Mengacu pada undang-undang tersebut, Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional," kata Hendardi.
Dia mengatakan dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada era Soeharto tidak bisa disangkal, meskipun juga tidak pernah diuji melalui proses peradilan.
Namun, ujar Hendardi, dalam hal tindak pidana korupsi, Soeharto bertanggungjawab atas tindak pidana korupsi.
Dia mengatakan Mahkamah Agung (MA) melalui putusan nomor 140 PK/Pdt/2005 telah menyatakan bahwa Yayasan Supersemar milik Soeharto melakukan perbuatan melawan hukum.







































