jpnn.com, JAKARTA SELATAN - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) secara tegas menolak seluruh gugatan yang diajukan Yayasan Perintis Pendidikan Belajar Aktif (YPPBA) terhadap Yayasan Bina Tunas Abadi (YBTA) dalam perkara perdata nomor 853/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Sel, sekaligus mengabulkan gugatan atau tuntutan rekonvensi YBTA.
“Menyatakan gugatan Para Penggugat Konvensi tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijkverklaard) dan mengabulkan gugatan Para Penggugat Rekonvensi untuk sebagian," tulis majelis hakim dalam amar putusannya, dikutip Jumat (7/11).
Selanjutnya, majelis juga menyatakan para tergugat rekonvensi telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Karena itu, majelis hakim menghukum para tergugat rekonvensi secara tanggung renteng untuk membayar ganti kerugian kepada para penggugat rekonvensi, berupa pembayaran uang sejumlah Rp 8.932.220.534 secara tunai dan sekaligus.
Secara keseluruhan, putusan tersebut menegaskan YPPBA dan PT HighScope Indonesia tidak memiliki kewenangan hukum untuk memberikan, menjual, ataupun mendistribusikan sub-lisensi merek HighScope di Indonesia.
Fakta lain bahwa PT HighScope Indonesia dan YPPBA sedang melakukan perubahan nama sekolah dan entitas perusahaan, justru memperkuat bukti mereka telah melanggar perjanjian lisensi dengan HighScope Educational Research Foundation (HSERF) Amerika Serikat, yang secara tegas melarang pendirian badan hukum dengan nama HighScope dan pemberian sublisensi kepada pihak ketiga.
Lebih lanjut, berdasarkan data dari Badan Akreditasi Nasional (BAN), saat ini status Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) sekolah HighScope Simatupang masih ditangguhkan, karena status Lembaga Penjaminan Asal (LPA) yang digunakan masih dipertanyakan keabsahannya.
Hal ini menunjukkan operasional sekolah tersebut perlu segera diklarifikasi agar sesuai dengan Permendikbud No. 31 Tahun 2014 tentang SPK.







































