jpnn.com, JAKARTA - Pesta Kreasi Kota yang digelar Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta kembali hadir dan terbuka gratis untuk masyarakat.
Acara yang berlangsung di Halaman Gedung AA Maramis itu menjadi ajang bertemunya para kreator, komunitas, dan warga untuk merayakan geliat industri kreatif, bukan hanya dari Jakarta, tetapi juga berbagai daerah lain.
Salah satu topik yang menyita perhatian publik adalah isu perlindungan kekayaan intelektual (KI) yang dibahas dalam panel diskusi bertajuk “Intellectual Property dan Hak Cipta sebagai Ekosistem Kreatif.”
Founder & Co-Founder Sun Eater Group, Kukuh Rizal Afrianto menegaskan pentingnya pemahaman pasar tanpa harus mengorbankan idealisme.
Menurut dia, era digital membuka peluang besar bagi musisi untuk mendapatkan pendapatan jangka panjang.
“Dari satu album, bisa menghasilkan berkali-kali setiap bulan. Selama ada konten kreator yang meng-cover, monetisasi akan terus masuk,” ujar Kukuh dalam keterangannya, dikutip Kamis (25/12).
Kukuh juga menilai perubahan industri musik membuat artis kini lebih leluasa memiliki master rekaman sendiri, berbeda dengan era 1980-1990an yang didominasi label besar. Baginya, IP adalah aset jangka panjang yang bernilai ekonomi tinggi.
Sementara itu, Co-Founder & Fair Director Jakarta Illustration & Creative Arts Fair (JICAF) Sunny Cho menilai perlindungan dan pengembangan IP adalah dua hal berbeda.












































