jatim.jpnn.com, SURABAYA - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur meminta Polda Jatim dan jajarannya membuka data penegakan hukum terkait unjuk rasa 30–31 Agustus 2025.
Polisi dalam beberapa hari terakhir menangkapi sejumlah orang yang diduga terlibat, namun status hukum mereka tidak dipublikasikan.
“Polda dan Polres seharusnya transparan dengan membuka data siapa saja yang ditangkap. Mereka tersangka atau sebatas saksi. Kami tentu tidak ingin ada maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang,” kata Kepala Ombudsman Jatim Agus Muttaqin, Jumat (12/9).
Ombudsman mencatat kerusakan parah akibat aksi massa, antara lain pembakaran Mapolsek dan 14 pos polisi di Surabaya, perusakan kantor Samsat di Kediri, perusakan 3 pos polisi di Malang, serta pembakaran pos polisi di Sidoarjo.
“Kami justru tahu polisi belakangan menangkapi orang-orang itu dari informasi teman-teman LBH,” ungkapnya.
Bersama LBH Surabaya, Ombudsman juga menerima banyak laporan penangkapan. Data LBH menyebutkan, ada 6 orang ditahan di Polda Jatim, 33 di Polrestabes Surabaya, 12 di Polres Blitar Kota, serta beberapa lainnya di Kediri, Jember, dan Tulungagung. Sebagian di antaranya masih berstatus pelajar.
“Data itu dinamis. Artinya, ada peluang akan bertambah. Dari informan kami, di Jember tadi malam ada update ada tujuh orang ditangkap, termasuk dua anak-anak,” ucapnya.
Agus mengingatkan penahanan tanpa surat perintah, pemeriksaan tanpa pendampingan hukum, hingga penyitaan ponsel tanpa prosedur bisa dikategorikan maladministrasi.