jpnn.com, JAKARTA - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mempertanyakan mengapa hingga hari ini Indonesia masih kesulitan menarik pajak secara adil dari aktivitas ekonomi digital?
Dia pun heran mengapa pemerintah lebih memilih menargetkan pedagang di marketplace lokal dibandingkan perusahaan teknologi global?
"Masalahnya sederhana tetapi kompleks, yakni bagaimana memajaki aktivitas ekonomi yang tak mengenal batas negara, tanpa menimbulkan retaliasi dagang dan beban administrasi yang melumpuhkan pertumbuhan digital," kata Nur Hidayat dikutip, Minggu (29/6).
Pemerintah Indonesia berencana memberlakukan PPh Pasal 22 untuk pedagang e-commerce, di mana marketplace seperti Tokopedia dan Shopee akan ditunjuk sebagai pemungut pajak atas transaksi pedagang yang beromzet di atas Rp500 juta per tahun.
Kebijakan ini bukan pajak baru, melainkan perubahan skema pelaporan pajak dari mandiri menjadi pemungutan otomatis di sumber transaksi.
"Seperti halnya pedagang pasar tradisional yang membayar retribusi pasar, pedagang digital kini dikenakan pungutan langsung oleh pengelola platform," kata Nur Hidayat.
Dia menyebut tujuannya jelas menyederhanakan administrasi, meningkatkan kepatuhan, serta menutup celah shadow economy yang selama ini lolos dari radar fiskus.
Namun pertanyaannya, mengapa hanya marketplace lokal yang disasar?